Bacharuddin Jusuf Habibie | Prof. Dr.-Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng | BJ Habibie merupakan seorang insinyur yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden dan juga pernah menjadi presiden ke 3 di Republik Indonesia menggatikan Soeharto yang mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Habibie meninggalkan jabatan Presiden pada 20 Oktober 1999 dan digantikan Oleh Abdurrahman Wahid yang dikukuhkan oleh MPR terpilih melalui hasil pemilu. Habibie menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai Wakil Presiden dan selama 17 bulan sebagai presiden menempatkan Habibie sebagai Wakil Presiden sekaligus Presiden dengan masa jabatan tersingkat. Nama Habibie Diabadikan sebagai salah satu nama Universitas Negri di Gorontalo menggantikan nama UNG (Universitas Negri Gorontalo).
Keluarga Habibie
BJ Habibie terlahir dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Pupowardojo pada 25 Juni 1936 di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Habibie adalah anak keempat dari delapan bersaudara. Ayah Habibie berprofesi sebagai ahli pertanian. Ayah Habibie merupakan etnis Gorontalo dan memeiliki darah keturunan Bugis. Ibu Habibie merupakan asli etnis Jawa. Nenek Habibie dari pihak Ibu adalah seorang dokter spesialis mata di Yogyakarta sedangkan kakek Habibie dari pihak Ibu adalah pemilik sekolah.
Bacharuddin Jusuf Habibie |
Rudy begitu panggilan kecil Habibie pernah mengalami sakit yang cukup parah. Pada saat itu di Pare-Pare belum ada tenaga dokter maka kedua orang tua Habibie membawanya kepada seorang cenayang yakni Raja Bau Djondjo Kalimullah Karaengta Lembang Parangarung Barru untuk diobati. Menurut Raja Bau berdasarkan kepercayaan adat Bugis maka Habibie harus dijual karena memiliki wajah yang sangat mirip dengan ayahnya, sebab dalam kepercayaan Bugis jika anak memiliki wajah yang cukup mirip dengan orang tuanya maka anak tersebut harus dijual, jika tidak salah satu dari mereka akan meninggal atau terpisah berjauhan. Maka berdasarkan kepercayaan tersebut orang tua Habibie menjual Habibie kepada Raja Bau secara simbolis dengan harga sebuah keris.
Habibie menikahi seorang dokter medis, Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962 hingga 22 Mei 2010 pada saat menjemput Ainun. Dari Ainun, Habibie memiliki dua orang putra, Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie. adik BJ Habibie, Junus Effendi Habibie, adalah Duta Besar Indonesia untuk Inggris dan Belanda. Setelah kematian Aiunun, Habibie menerbitkan sebuah buku berjudul Habibie & Ainun yang menceritakan hubungannya dengan Hasri Ainun dari masa pacaran hingga kematian Ainun memisahkan mereka. Buku tersebut diadaptasi menjadi sebuah film dengan judul yang sama dan dirilis pada 20 Desember 2012.
Keluarga B.J. Habibie |
Habibie menikahi seorang dokter medis, Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962 hingga 22 Mei 2010 pada saat menjemput Ainun. Dari Ainun, Habibie memiliki dua orang putra, Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie. adik BJ Habibie, Junus Effendi Habibie, adalah Duta Besar Indonesia untuk Inggris dan Belanda. Setelah kematian Aiunun, Habibie menerbitkan sebuah buku berjudul Habibie & Ainun yang menceritakan hubungannya dengan Hasri Ainun dari masa pacaran hingga kematian Ainun memisahkan mereka. Buku tersebut diadaptasi menjadi sebuah film dengan judul yang sama dan dirilis pada 20 Desember 2012.
Riwayat Pendidikan & Karir Habibie di Eropa
BJ Habibie menghabiskan masa kecilnya di Pare-Pare bersama saudaranya hingga tahun 1947. Di tahun 1947 ayahanda Habibie mendapatkan promosi jabatan menjadi Kepala Pertanian untuk wilayah Indonesia Timur dan berkantor di Makassar. Maka pada tahun 1947 Habibie beserta keluarganya memutuskan untuk pindah dan menetap di Makassar. Pada 3 September 1950 ayah Habibie menghembuskan nafas terakhir saat menunaikan ibadah sholat Isya karena serangan jantung. Saat ayahnya meninggal Habibie baru duduk di kelas 2 Concordante HBS. Tak lama setelah ayahnya meninggal, Ibunda Habibie memutuskan menjual rumah dan kendaraannya untuk tetap dapat menyekolahkan anak-anaknya dan memutuskan pindah ke Bandung. Habibie tetap melanjutkan pendidikannya di HBS, namun atas kemauannya sendiri, Habibie memutuskan pindah ke SMP Negeri 5. Selanjutnya Habibie melanjutkan pendidikannya ke Gouvernments Middlebare School Di Bandung. Di Gouvernments Middlebare School kemampuannya di bidang pelajaran nampak menonjol dibanding teman-teman lainnya terutam dibidang pelajaran eksak. Setelah menamatkan pendidikannya di Gouvernments Middlebare School, Habibie Melanjutkan Pendidikannya di SMA Kristen Dago, Bandung
Tahun 1954, BJ Habibie menamatkan pendidikannya di SMA dan melanjutkan pendidikannya ke Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang ITB) dan memilih jurusan Teknik Mesin tahun 1954. Habibie tak menyelesaikan pendidikannya di Universitas Indonesia sebab mendapatkan beasiswa dari Mentri Pendidikan dan Kebudayaan dan memilih melanjutkan pendidikannya di Jerman. Mengingat pesan dari Bung Karno yang mengatakan bahwa kedirgantaraan bagi kemajuan Indonesia, Habibie memutuskan untuk memilih jurusan Teknik Penerbangan di RWTH (Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule). Pada tahun 1960 Habibie mendapat gelar Diplom-Ingenieur. Habibie memilih menetap di Jerman dan memilih menjadi asisten penelitian Hans Ebner di Lehrstuhl und Institut für Leichtbau, RWTH Aachen hal ini dilakukan untuk membantu penelitian Habibie untuk memperoleh gelar doktornya.
Pada tahun 1962, BJ Habibie maninggalkan Jerman selama tiga bulan ke Indonesia karena mengalami gangguan kesehatan. Selama di Jakarta, Habibie berhubungan kembali dengan Hasri Ainun Besari. Habibie dan Ainun merupakan teman sejak kecil dan merupakan teman saat duduk di bangku SMP dan SMA di Bandung. Habibie dan Ainun lalu melanjutkan keseriusan hubungan mereka ke jenjang penikahan pada 12 Mei 1962 dan menghabiskan masa bulan madunya di Yogyakarta dan berakhir di Makassar. Tak lama setelah bulan madu Habibie kembali ke Jerman dan Ainun ikut serta mendampingi sang suami. Habibie dan Ainun memutuskan untuk menetap di Aachen, Jerman. Pada bulan Mei 1963 anak pertama mereka lahir dan diberi nama Ilham Akbar Habibie.
Pada tahun 1962, BJ Habibie maninggalkan Jerman selama tiga bulan ke Indonesia karena mengalami gangguan kesehatan. Selama di Jakarta, Habibie berhubungan kembali dengan Hasri Ainun Besari. Habibie dan Ainun merupakan teman sejak kecil dan merupakan teman saat duduk di bangku SMP dan SMA di Bandung. Habibie dan Ainun lalu melanjutkan keseriusan hubungan mereka ke jenjang penikahan pada 12 Mei 1962 dan menghabiskan masa bulan madunya di Yogyakarta dan berakhir di Makassar. Tak lama setelah bulan madu Habibie kembali ke Jerman dan Ainun ikut serta mendampingi sang suami. Habibie dan Ainun memutuskan untuk menetap di Aachen, Jerman. Pada bulan Mei 1963 anak pertama mereka lahir dan diberi nama Ilham Akbar Habibie.
Kesulitan ekonomi saat itu menimpa Habibie dan memaksanya untuk mencari pekerjaan sambilan
dan mendapatkan pekerjaan paruh waktu di perusahaan otomotif Talbot. Di perusahaan tersebut Habibie bekerja sebagai penasihat. Habibie bekerja pada dua proyek yang menerima dana dari Deutsche Bundesbahn.
Tahun 1965, BJ Habibie memaparkan tesisnya dalam rekayasa kedirgantaraan dan menerima predikat summa cumlaude (sangat sempurna) untuk disertasinya, dan mendpatkan gelar Doktor der Ingenieurwissenschaften dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean. Di tahun yang sama, Habibie menerima tawaran dari Hans Ebner untuk melanjutkan penelitiannya terkait Thermoelastisitas dan bekerja sesuai dengan bidangnya, tapi ia menolak tawaran untuk bergabung dengan RWTH sebagai profesor. Teori Habibie yang terdapat dalam disertasinya tentang konstruksi ringan baik untuk kondisi supersonik maupun hipersonik juga menarik perhatian dari perusahaan seperti Boeing dan Airbus untuk mempekerjakan Habibie, namun kesemuanya ditolak oleh Habibie.
Habibie menerima pekerjaan di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, Hamburg. Di perusahaan tersebut, Habibie mengembangkan teori tentang termodinamika, konstruksi, dan aerodinamika yang dikenal sebagai Habibie Factor, Habibie Theorem, and Habibie Method. Selama bekerja untuk Messerschmit, Habibie berkontribusi pada pengembangan pesawat Airbus A-300B. Pada tahun 1974, Habibie dipromosikan menjadi wakil presiden perusahaan.
Karir Habibie di Indonesia
Pada tahun 1974, Soeharto merekrut Habibie untuk pulang ke Indonesia sebagai bagian dari pengembangan proyek industri dan pengembangan negara Indonesia. Awalnya Habibie menjabat sebagai asisten khusus CEO Pertamina yakni asisten Ibnu Sutowo. Pada tahun 1976 Habibie diangkat menjadi CEO sebuah perusahaan baru milik Negara yakni Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Pada tahun 1985 PT. Nurtanio berganti nama menjadi Industri Penerbangan Indonesia dan sekarang lebih dikenal sebagai Dirgantara Indonesia. Tahun 1978, Habibie diangkat menjadi Menteri Research dan Teknologi. Dengan menjabat sebagai Mentri Research dan Industri, Habibie mendapat keleluasaan dalam mengembangkan serta memainkan strategi penting di IPTN. Prestasi Habibie di IPTN terbukti cukup baik, di Tahun 1980, IPTN mengkhususkan diri dalam pengembangan helikopter dan pesawat berpenumpang kecil. Tahun 1991, Habibie mengawasi sepuluh perusahan milik Negara termasuk perusahaan perkapalan, kereta, baja, senjata, komunikasi, dan energi.
Habibie menjadi pilot, dibantu oleh A.B. Wolff yang merupakan mantan kepala staf Angkatan Darat Belanda yang berperan sebagai pelatih Habibie dalam menerbangkan pesawat. Pada Tahun 1995, Habibie menerbangkan sebuah pesawat komuter N-250 yang diberi nama Gatotkoco.
Habibie mengadopsi pendekatan "Mulai di Akhir dan Mengakhiri di Awal" dalam pengembangan Industri penerbangan. Dalam mengembangakan metode ini, unsur seperti peneletian dasar menjadi fokus akhir, sementara manufaktur atau pengembangan dari pesawat menjadi fokus utama. Di masa kepemimpinan Habibie, IPTN menjadi produsen pesawat termasuk helikopter jenis Puma dan pesawat jenis CASA. Di masa kepemimpinan Habibie, IPTN juga memproduksi pesawat dengan kapasitas penumpang kecil, N-250 Gatotkaca, namun pesawat ini dinilai gagal secara komersil.
Anggota Partai Golongan Karya
Semasa Rezim Soeharto, seperti yang diharapkan oleh para eksekutif senior pemerintah, Habibie dijadikan anggota dari partai Golkar. Sejak tahun 1993 sampai 1999, Habibie menjabat sebagai koordinator harian untuk ketua dewan eksekutif.
Bulan Mei 1999, Pemerintahan Habibie juga mengesahkan Undang-undang Otonomi Daerah. Undang-Undang Otonomi Daerah adalah langkah awal dalam desentralisasi pemerintahan Indonesia sehingga memungkinkan Provinsi untuk memiliki peran aktif secara langsung dalam mengatur Provinsi mereka. Selain itu pemerintahan Habibie juga mengesahkan Undang-Undang Anti Monopoli atau Undang-undang Persaingan Sehat.
Lembaga Pers juga memiliki kebebasan dalam menerbitkan informasi meskipun Lembaga Penerangan masih terus ada. Habibie juga membebaskan tahan politik, diantaranya Sri Bintang Pamungkas, Muchtar Pakpahan, dan Xanana Gusmão.
Habibie di Tahun 1999 memimpin secara langsung pemilihan legislatif yang dilakukan umum. Pemilihan umum ini merupakan pemilihan umum pertama sejak tahun 1955. Pelaksanaan Pemilihan Umum ini diawasi secara langsung oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU merupakan lembaga independen yang dibentuk secara khusus mengawasi Pemilu yang tidak berisikan anggota mentri pemerintah sebagaimana yang biasa dilakukan selama masa Orde Baru.
Pengangkatan Habibie sebagai Presiden Indonesia menuai banyak kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia. Pihak yang Proberanggapan bahwa pengangkatan Habibie sebagai Presiden sudah sesuai dengan konstitusi yang termaktub pasal 8 Undang-undang Dasar 1945 di mana dalam pasal tersebut dinyatakan "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra berpendapat bahwa Pengangkatan Habibie sebagai Presiden Republik Indonesia tidak Konstitusional, sebab dalam pasal 9 Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR".
Masa Wakil Presiden
Pada Januari 1998, Soeharto kembali terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia untuk ketujuh kalinya. Setelah ditetapkan sebagai Presiden, Soeharto mengumumkan kriteriuntuk pemilihan calon Wakil Presiden. Soeharto tak menunjuk Habibie secara langsung, Soeharto menyarankan Wakil Presiden selanjutnya haruslah seseorang yang memiliki penguasaan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut secara tidak langsung mengacu kepada Habibie.
Pada saat itu Asia sedang mengalami krisis di bidang moneter, saran menjadikan Habibie sebagai Wakil Presiden tidak mendapat respon yang cukup baik, sehingga hal tersebut membuat nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Melemah. Meskipun demikian Habibie tetap terpilih sebagai Wakil Presiden pada Maret 1998.
Masa Presiden
Setelah pengunduran diri Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, Wakil Presiden Habibie dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke tiga. Langkah awal yang dilakukan Habibie saat menjabat Presiden ialah segera membentuk kabinet. Tugas utama yang iemban oleh kabinet baru ialah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional (International Monetery Funding) atau IMF dan Komunitas negara-negara pendonor sebagai upaya memulihk perekonomian Indonesia yang carut-marut pasca mundurnya Soeharto.
Saat Menjabat sebagai Presiden, Habibie melakukan berbagai reformasi di bidang politik. Februari 1999, Habibie selaku Presiden meloloskan sistem Multipartai. Berdasarkan peraturan ini, partai politik tak lagi terbatas pada tiga partai seperti yang terjadi di masa Orde Baru pimpinan Soeharto. Selain itu, Partai politik juga tidak harus menjadikan Pancasila sebagai ideologi partai. Hal ini mengakibatkan banyak partai bermunculan, tercatat ada 48 partai mendaftar sebagai peserta Pemilu Legislatif 1999.
Saat Menjabat sebagai Presiden, Habibie melakukan berbagai reformasi di bidang politik. Februari 1999, Habibie selaku Presiden meloloskan sistem Multipartai. Berdasarkan peraturan ini, partai politik tak lagi terbatas pada tiga partai seperti yang terjadi di masa Orde Baru pimpinan Soeharto. Selain itu, Partai politik juga tidak harus menjadikan Pancasila sebagai ideologi partai. Hal ini mengakibatkan banyak partai bermunculan, tercatat ada 48 partai mendaftar sebagai peserta Pemilu Legislatif 1999.
Bulan Mei 1999, Pemerintahan Habibie juga mengesahkan Undang-undang Otonomi Daerah. Undang-Undang Otonomi Daerah adalah langkah awal dalam desentralisasi pemerintahan Indonesia sehingga memungkinkan Provinsi untuk memiliki peran aktif secara langsung dalam mengatur Provinsi mereka. Selain itu pemerintahan Habibie juga mengesahkan Undang-Undang Anti Monopoli atau Undang-undang Persaingan Sehat.
Lembaga Pers juga memiliki kebebasan dalam menerbitkan informasi meskipun Lembaga Penerangan masih terus ada. Habibie juga membebaskan tahan politik, diantaranya Sri Bintang Pamungkas, Muchtar Pakpahan, dan Xanana Gusmão.
Habibie di Tahun 1999 memimpin secara langsung pemilihan legislatif yang dilakukan umum. Pemilihan umum ini merupakan pemilihan umum pertama sejak tahun 1955. Pelaksanaan Pemilihan Umum ini diawasi secara langsung oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU merupakan lembaga independen yang dibentuk secara khusus mengawasi Pemilu yang tidak berisikan anggota mentri pemerintah sebagaimana yang biasa dilakukan selama masa Orde Baru.
Pengangkatan Habibie sebagai Presiden Indonesia menuai banyak kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia. Pihak yang Proberanggapan bahwa pengangkatan Habibie sebagai Presiden sudah sesuai dengan konstitusi yang termaktub pasal 8 Undang-undang Dasar 1945 di mana dalam pasal tersebut dinyatakan "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra berpendapat bahwa Pengangkatan Habibie sebagai Presiden Republik Indonesia tidak Konstitusional, sebab dalam pasal 9 Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR".
Permasalahan Timor Timur
Pihak yang kontra terhadap pemerintahan Presiden Habibie beranggapan bahwa kesalahan terbedar Habibie selama menjabat sebagai preisden ialah refendum provinsi Timor Timur (Timor Leste). Tahun 1999 Habibie mengadakan Refendum bagi warga Tomor Timur dengan diberikan dua pilihan. Pilihan pertama ialah memilih memisahkan diri dari wilayah Negara Kesatuan Republik Iindonesia atau dengan kata lain memilih menjadi Negara Merdeka. Pilihan kedua ialah memilih tetap menjadi bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hasil dari refendum tersebut ialah Timor Timur memilih terpisah dari Negara Kesatuan republik Indonesia dan menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Tanggal 30 Agustus 1999 Timor Leste remsi berdiri sebagai Negara sendiri. Lepasnya Timor Timur dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat disesalkan oleh banyak pihak. Namun di pihak lain, lepasnya Timor Timur justru menyelamatkan nama Indonesia yang kerap dianggap sebagai negara Pelanggar Hak Asasi Manusia.
Akhir dari Masa Kepresidenan Habibie
Habibie, bagi sebagian orang, dipandang sebagai pimpinan masa trasnsisi, meskipun demikian nampaknya Habibie memiliki keinginan untuk terus menjadi Presiden. Saat mengumummkan pemilihan parlemen, Juni 1998, tak jelas apakah Habibie akan terus mencalonkan diri sebagai Presiden atau tidak. Habibie harus mengahadapi pihak oposisi yang cukup banyak baik dari kalangan pemerintahan maupun dari kalangan Partai Golkar yang ada dalam pemerintahan. Pada Juli 1998, Habibie berusaha memenangkan kendali atas Paratai Golkar dengan menunjuk Akbar Tandjung sebagai Pimpinan Partai. Terpilihnya Akbar Tandjung sebagai pimpinan Partai ialah sebuah kesuksesan melawan pihak lawan yang terdiri dari mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, Menteri Pertahanan Edi Sudrajat, Siswono Yudhohusodo, dan Sarwono Kusmumaatmadja.
Namun di saat yang bersamaan, Habibie malah kehilangan dukungan dari Akbar Tandjung dan faksi Partai Golkar yang ada di parlemen, baik dari pihak garis keras maupun pihak reformis. Pada Maret 1999, Golkar mengajukan lima calon presiden. Habibie, Tandjung, Wiranto, Hamengkubuwono X, dan Ginandjar Kartasasmita. Mei 1999, setelah melakukan lobi yang cukup panjang, Partai Golkar mengumumkan bahwa Habibie akan menjadi kandidat Presiden, namun faksi besar di partai setia untuk mendukung Akbar Tandjung untuk maju sebagai calon Presiden dan menentang pencalonan Habibie.
Pada 1999 Sidang Umum MPR pada bulan Oktober, Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawaban yang merupakan laporan dari apa yang telah dicapai selama kepresidenannya. Setelah penyampaian pidato pertangungjawaban selesai, anggota MPR mulai memberikan suara untuk memutuskan apakah mereka akan menerima atau menolak sambutannya. Habibie berusaha untuk memenangkan dukungan dari militer dengan menawarkan wakil presiden kepada Jenderal Wiranto, tapi tawarannya ditolak. Faksi partai Golkar yang mendukung Akbar Tandjung terpecah dan memilih menentang Habibie, pidato pertanggungjawaban Habibie ditolak oleh MPR dengan peolehan suara 355 berbanding 322. Dengan ditolaknya pidato pertanggungjawaban yang akan menjadi batu sandungannya dalam pencalonan kandidat Presiden, Habibie memutuskan untuk mundur dari bursa pencalonan Presiden.
Pasca Masa Kepresidenan
Setelah mangkat dari jabatannya sebagai Presiden, Habibie lebih banyak menghabiskan waktunya di Jerman. Namun pada masa pemerintahan Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono, Habibie mengambil peran aktif sebagai penasihat Presiden untuk mengwal kelancaran proses demokrasi di Indonesia melalui organisasi yang didirikannya, yakni Habibie Centre. Habibie juga menjabat sebagai COE PT. Regio Aviasi Industri, sebuah perusahaan perancang pesawat yakni pesawat jenis R-80.
Di awal era reformasi banyak yang menilai negatif atau menganggap pemerintahan Habibie gagal. Namun seiring berjalan waktu, tak dapat dipungkiri bahwa keputusan-keputusan yang dibentuk pada masa Kepresidenan Habibie lah sehingga kita memiliki kebebasan berpendapat yang kita miliki sekarang.
Publikasi
Karya-Karya Habibie
Habibie & Ainun |